Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap "lahir" atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.

Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.


Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:

Pertama
Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.

Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis.

Kedua
Ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris.

Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.

 Namun seperti apakah yang dinamakan bahasa Indonesia itu? Orang mengenalnya sebagai bahasa Melayu yang dimodifikasi, lalu dicampur dengan bahasa-bahasa serapan dari berbagai daerah dan dari bahasa asing, kemudian dibakukan.
Dari manakah asal-usul bahasa Melayu itu? Apakah bahasa itu hanya dituturkan oleh etnis Melayu sejak berabad-abad lalu? Padahal etnis Melayu sendiri hanya sebagian kecil saja dari ratusan etnis di nusantara?
Arkeolog Harry Truman Simanjuntak mengatakan, bahasa Melayu dan ratusan bahasa daerah lainnya di nusantara sebenarnya berakar dari bahasa Austronesia yang mulai muncul sekitar 6.000-10.000 tahun lalu.
Penyebaran penutur bahasa Austronesia, ujar Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) itu, merupakan fenomena besar dalam sejarah umat manusia karena sebagai suatu rumpun bahasa, Austronesia merupakan yang terbesar di dunia, meliputi 1.200 bahasa dan dituturkan oleh hampir 300 juta populasi.
Kajian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang berdekatan. Sayang sekali, bahasa Melayu Kuna tidak meninggalkan catatan dalam bentuk kesusasteraan meskipun laporan-laporan dari Tiongkok menyatakan bahwa Sriwijaya memiliki perguruan agama Buddha yang bermutu.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar SumateraJawa, dan Semenanjung MalayaAlfred Russel Wallace menuliskan di Malay Archipelago bahwa “penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda.” Selanjutnya, Jan Huyghen van Linschoten, di dalam buku Itinerario(“Perjalanan”) karyanya, menuliskan bahwa “Malaka adalah tempat berkumpulnya nelayan dari berbagai negara.

Mereka lalu membuat sebuah kota dan mengembangkan bahasa mereka sendiri, dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari segala bahasa di sekitar mereka. Kota Malaka, karena posisinya yang menguntungkan, menjadi bandar yang utama di kawasan tenggara Asia, bahasanya yang disebut dengan Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan paling pas di antara bahasa-bahasa di Timur Jauh.”
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah.

Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah “embrio” bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.

Diposting oleh WADAH PENULIS PEMULA Rabu, 18 Agustus 2010 0 komentar READ FULL POST

JIKA mencermati novel-novel karya pengarang besar, seperti karya Pramudya Ananta Toer, YB Mangun Wijaya, Budi Darma, Umar Kayam, Iwan Simatupang, hingga Salman Rusdhi dan Milan Kundera (untuk menyebut beberapa nama saja), kemudian kita teringat tentang teori atau kaidah sastra yang diajarkan di bangku sekolah, tentu akan segera memperoleh kesan bahwa sastrawan ternyata memang memiliki kebebasan kreatif yang acap kali menisbikan berbagai teori atau kaidah sastra yang ada di sekolah.

Teori atau kaidah mengenai novel, yang diajarkan di sekolah, selalu disimpulkan sebagai berikut.
1.                 Bahwa yang disebut novel adalah cerita fiksi yang panjang.
2.                  Memiliki alur yang berkesinambungan, dengan deskripsi penokohan dan latar cerita (setting) yang detail, lalu
3.                  Ada klimaks atau ending-nya.

Novel-novel yang kemudian mengangkat penulisnya menjadi sastrawan besar justru novel-novel yang menyalahi teori atau kaidah sastra yang diajarkan di sekolah.

Ada dua jenis dalam pembagian novel menurut kaidah sastra :

1.     Novel Sastra ( Novel bukan POP )
  1. Novel POP
Perbedaan novel pop dengan novel bukan pop (baca: novel sastra) justru sering ditentukan oleh pembaca dan bukan oleh pengarangnya.
Bagi sastrawan, perbedaan antara menulis novel pop dan menulis novel sastra tentu juga sangat jelas. Dalam hal ini, sastrawan-sastrawan yang memilih menulis novel sastra tentu akan berusaha untuk sebanyak-banyaknya dan sedalam-dalamnya mengeksploitasi daya kreatif dan pemikirannya dengan sebebas-bebasnya, agar novel yang ditulisnya memiliki banyak makna dan nilai yang abadi. Apakah itu moralitas, ideologi politik, garis besar saint, dan lain sebagainya.

Dan jika mencermati novel-novel sastra karya para pemenang hadiah nobel di bidang sastra, kebanyakan memang novel yang ditulis dengan semangat kebebasan kreatif, yang berarti berseberangan dengan teori dan kaidah sastra yang dibakukan di sekolah-sekolah.(MH ALBANA)

Novel Kontroversi "THE LOST BUTTERFLY"





Diposting oleh WADAH PENULIS PEMULA 0 komentar READ FULL POST

31 Penerbit di Jepang Luncurkan Asosiasi Penerbit Buku Elektronik

(Tokyo-Jepang) 31 penerbit di Jepang, termasuk Kodansha dan Shinchosa, Rabu (24/03) meluncurkan asosiasi penerbit buku elektronik (EBPAJ), sebagai momentum untuk mengembangkan pasar baru.

Anggota organisasi baru ini, nantinya akan melakukan riset dan mengumpulkan informasi terkait indutri buku elektronik.
Langkah yang dilakukan para penerbit Jepang itu, merupakan antisipasi terhadap rencana penerbitan versi Jepang alat baca Kindle buatan Amazon, yang saat ini sedang booming di Amerika Serikat.

Asosiasi ini merupakan bagian dari Denshi Bunko Shuppansha-kai, organisasi yang mengelola Denshi Bunko Paburi, situs ritel buku elektronik yang dibentuk oleh 13 perusahaan pada tahun 2000.

Wakil Presiden Direktur Kodansha Noma Yoshinobu, yang ditunjuk menjadi Ketua Umum EBPAJ, dalam konferensi pers menjelaskan tiga prinsip asosiasi, yakni mengurus hak cipta, dan keuntungan bagi penulis, memberikan kenyamanan bagi pembaca, dan mempromosikan koeksistensi antara karya cetak dan digital.

Selain itu, asosiasi juga berencana memperjuangkan masalah kontrak antara penulis dan penerbit versi cetak, melakukan survei berdasarkan preferensi pembaca, melakukan penyelidikan terhadap format data buku elektronik, dan mengembangkan software dan alat bantu baca elektronik.

"Kami ingin mengembangkan pasar, yang sesuai dengan pembaca Jepang," ujar Noma. (YD/MN)

sumber http://www.nusantara-news.com/2010/03/260144.html

Diposting oleh WADAH PENULIS PEMULA Senin, 16 Agustus 2010 0 komentar READ FULL POST




Perkembangan Tulisan

Sistem tulisan yang dikenal paling dahulu, mula-mula bergambar, tampaknya adalah sistem tulisan bangsa Sumeria (sekitar 3000 SM, di Mesopotamia). Beberapa pakar menunjukkan sebuah hubungan derivasi antara sistem tulisan ini dengan sistem tulisan Mesir Kuno dan bahkan sistem tulisan Cina. Meskipun berhubungan dengan sistem tulisan Cina tampaknya tidak mungkin ada.Tulisan Sumeria mula-mula digunakan hanya dalam konteks terbatas untuk keperluan administratif, ketimbang untuk komunikasi umum dan sastra. Tulisan ini kemudian diperluas rentangan dan pemakaiannya.

Dalam makalah ini, kita mengawali sejarah kajian linguistik dengan hasil-hasil yang telah dicapai bangsa Yunani kuno. Hal ini dikarenakan alasan yang sederhana yaitu bahwa para pemikir Yunani tentang bahasa, dan tentang masalah-masalah yang ditimbulkan penelitian linguistik, mengawali di benua Eropa kaji-kajian yang dapat kita sebut ilmu linguistik dalam pengertian yang paling luas, dan bahwa ilmu ini merupakan suatu fokus minat yang berkelanjutan dari zaman Yunani kuno hingga ke zaman sekarang ini dalam suatu urutan kepakaran yang tidak ada putus-putusnya.

Tulisan yang semula dalam huruf bergambar atau tulisan yang diciptakan orang Mesir dan di tempat-tempat lainnya, secara terpisah, seperti di Cina dan Amerika Tengah. Tulisan silabik yang kemudian menjadi sumber abjad Yunani barangkali diciptakan dengan meniru tulisan Mesir, dan secara bertahap diubah.

Perkembangan 
apa pun dari suatu sistem tulisan yang memungkinkan pencatatan secara visual, suatu bahasa sebagaimana bahasa itu diucapkan dan dipahami merupakan suatu hasil karya besar. Biasanya selama beberapa generasi dalam analisis linguistik yang secara khusus diterapkan atau diarahkan kepada kebutuhan-kebutuhan praktis. Akan tetapi, terlepas dari penemuan tulisan sebelumnya dan berlanjut dari tulisan itu, kita mempunyai contoh-contoh naskah Gramatiks Kuno dari Babilonia, yang berasal dari kurang lebih 1600 SM dan sesudahnya yang ditulis pada tablet dengan tulisan kuno berbentuk baji (cuneiformscript) yang menuliskan dalam bentuk contoh tasrif infleksi-infleksi kata ganti, kata kerja dan jenis kata lain dari bahasa Sumeria dengan padanannya dalam bahasa Akkadi (bahasa Babilonia).Tujuan karya ini adalah untuk pelestarian pengetahuan tentang bahasa Sumeria suatu bahasa yang telah menjadi bahasa mati, namun banyak menuliskan kesusastraan Babilonia masa lalu.

AWAL AKSARA DUNIA

1. AKSARA AL-QUR'AN ( ARAB)

Sehari-hari Anda yang rajin membaca Al Qur’an tentu akrab dengan huruf-huruf Arab. Huruf Arab juga sering dipakai sebagai sarana ekspresi rasa seni, yakni sebagai kaligrafi. Tapi, tahukah Anda bagaimana huruf Arab berasal dan bagaimana asal usulnya?



Huruf Arab digunakan di berbagai belahan dunia, urutan kedua di bawah huruf Romawi/Latin. Sementara itu, kaligrafi Arab begitu terkenal sebagai suatu seni tersendiri. Yang lebih utama lagi, huruf Arab digunakan untuk mencatat wahyu Ilahi di dalam Al Qur’an.

Orang-orang Arab zaman dulu menyukai kehidupan yang berpindah-pindah, lama sekali mereka terbiasa berkomunikasi secara lisan saja.

Dibandingkan dengan orang-orang Mesir, Babylonia, ataupun Cina, mereka terlambat berkenalan dengan huruf. Mereka tidak berpengalaman dalam bahasa tulisan. Bahkan puisipun dipelihara lewat bahasa lisan.

Sebaliknya, bagi orang-orang Phoenic, yang bertempat tinggal di Libanon, pada sekitar 1100 sebelum Masehi telah mengembangkan alfabet sebanyak 22 huruf. Alfabet ini merupakan hasil dari penyederhanaan untuk memudahkan komunikasi di antara mereka.

Bagi orang-orang yang tinggal di Syna, alfabet sederhana ini diadaptasikan ke dialek kaum Semit.

Orang-orang Nabatean, orang Arab yang hidupnya semi-nomaden, dan mendiami wilayah Sinai dan Arab Utara hingga Syria Selatan, terkenal melalui kota Petra dan Madina Al Saleh. Mereka mengembangkan naskah yang diturunkan dari naskah orang-orang Aram. Dengan orang-orang Aram ini, mereka memiliki hubungan dagang dan kebudayaan.

Bahasa dan tulisan mereka pernah mengalami kerusakan ketika wilayah kekuasaan mereka direbut orang-orang Romawi (pada tahun 105 M). Perkembangan berikutnya yang mengubah huruf Nabatean menjadi Arabik terjadi pada Abad ke-6, yang kemudian tak ada lagi perubahan yang mendasar pada huruf Arab tersebut sampai kini. Hal ini memudahkan kita untuk mengenali dan membaca bahasa yang tercantum di dalam kitab suci Al Qur’an.

versi wikipedia



Abjad Arab adalah skrip yang digunakan untuk menulis bahasa Arab.
Disebabkan oleh Al-Qur'an, buku suci Islam, ia ditulis dengan huruf ini, pengaruhnya tersebar dengan yakni Islam. Hasilnya, abjad Arab digunakan untuk menulis pelbagai bahasa lain — malahan bahasa yang tergolong kepada keluarga bahasa lain dari Semitik. Contoh bahasa bukan Semitik yang ditulis dengan abjad Arab termasuk ParsiUrduMelayu dan Azeri (di dalam sempadan Iran Wilayah Azerbaijan). Bagi menampung fonetik bahasa lain, huruf ini telah disesuaikan oleh tambahan huruf dan simbol lain. (Lihat abjad Arab dari bahasa lain di bawah).
Huruf ini persembahkan dirinya dalam pelbagai gaya seperti Nasta'līqThuluthKufik dan (lihat kaligrafi Arab), sama seperti pelbagai gaya tulisan tangan dan taipmuka untuk huruf Roman. Dengan tidak mendalam,gaya ini muncul agak berlainan, tetapi asas bentuk huruf adalah sama.

Abjad Arab ditulis dari kanan ke kiri dan adalah terdiri dari 28 huruf asas. Penyesuaian skrip untuk bahasa lain seperti Parsi dan Urdu mempunyai huruf tambahan. Terdapat tiada kelainan diantara pengatas dan perendah kes mahupun diantara huruf yang ditulis dan huruf yang dicetak. Kebanyakan huruf ini adalah terikat kepada satu sama lain, walaupun apabila dicetak, dan kemunculan mereka berubah sebagai fungsi samada mereka berhubung kepada mendahulukan atau mengikut huruf. Sesetengah gabungan bentuk huruf sambungan.

Abjad Arab adalah abjad yang "tidak tulen"—vokal pendek adalah tidak ditulis, walaupun panjang sesuatu ada—jadi pembaca mesti tahu suatu bahasa untuk memulihkan vokal. Bagaimanapun, dalam edisi dari Al-Qur'an atau dalam kerja didaktik tanda vokalisasi adalah geminasi/penduaan/penjarakan konsonan(šadda).

Nama abjad Arab boleh menjadi diingat sebagai akstraksi dari versi lebih kuno iaitu nama huruf menunjukkan kata bermakna dalam bahasa Proto-Semitik.
Terdapat dua susunan huruf Arab dalam huruf ini. Yang asli Abjadī أبجدي susunan sepadan dengan penyusunan huruf dalam semua huruf yang dipemerolehan dari huruf Phoenicia, termasuk ABC Inggeris. Susunan piawai digunakan kini, dan ditunjukkan dalam jadual, adalah susunan Hejā'ī هجائي, iaitu huruf adalah dikumpulkan mengikut bentuk mereka.



Susunan Abjadī khas (atau dua sedikit pelbagaian susunan) telah difikirkan dengan memadankan abjad Arab dari konsonan penuh-dititik 28-aksara abjad Arab kepada setiap dari 22 huruf dari abjad Aramia (dalam Phoenicia kuno mereka berhuruf susunan) - meninggalkan enam tinggalan abjad Arab pada akhir.
Siri Abjad paling biasa adalah:

أبجدوزحطيكلمنسعفصقرشتثخذضظغ
ʼbǧdhwzyklmnsʻfqrštġ



Ini adalah biasanya divokal seperti berikut:
  • ʼabǧad hawwaz ḥuṭṭī kalaman saʻfaṣ qarašat ṯaḫaḏ ḍaẓaġ.
Satu lagi vokalisasi adalah:
  • ʼabuǧadin hawazin ḥuṭiya kalman saʻfaṣ qurišat ṯaḫuḏ ḍaẓuġ
Satu lagi siri Abjad, utamanya membataskan kepada Magreb, adalah:
ʼbǧdhwzyklmnʻfqrstġš


yang boleh divokalkan seperti:
  • ʼabuǧadin hawazin ḥuṭiya kalman ṣaʻfaḍ qurisat ṯaḫuḏ ẓaġuš




Jadwal berikut memberikan semua dari watak Unikod untuk Arab, dan tiada dari keperluan huruf yang digunakan untuk bahasa lain. Transliterasi yang diberikan adalah piawai DIN 31635 yang tersebar luas, dengan sesetengah alternatif biasa. Lihat rencana Transliterasi Arab untuk perincian dan pelbagai skim tranliterasi lain.

Tentang sebutan, nilai fonetik yang diberikan adalah yakni pada sebutan "piawai" dari bahasa fusha seperti yang diajar di unversiti. Sebutan sebenar diantaraaneka Arab mungkin luas berbeza. Untuk lebih terperinci berkenaan sebutan Arab, rujuki rencana fonologi Arab.

2.  AKSARA YUNANI

Huruf Yunani adalah huruf yang telah digunakan untuk menulis bahasa Greek sejak sekeliling abad ke-9 SM. Ia adalah huruf pertama dalam makna sempit, yakni, sebuah sistem tulisan mengunakan simbol terasing untuk setiap vokal dan konsonan dengan sama. Ia adalah skrip berhuruf dalam kegunaan kini. Huruf adalah juga digunakan untuk persembahkan nombor-angka Greek- dalam jenis sama konteks sebagai angka Roman. Selain menulis Greek moden, kini hurufnya digunakan sebagai simbol dalam matematik dan sainsnama zarah dalam fizik, sebagai nama bintang, dalam nama abang dan kakak, dalamnamaan superangka siklon tropikal, dan untuk lain-lain tujuan. Huruf Yunani berasal sebagai pengubahsuaian dari huruf Phoenicia dan dalam giliran memberi kebangkitan kepada GothikGlagolitikCyrillicCoptik, dan kemungkinan huruf Armenia, baik juga seperti huruf Latin, seperti didokumentasikan dalam Sejarah huruf. Huruf Yunani adalah tidak berhubungan dengan Linear B dan ejaan sukuan Cypriot, sistem tulisan lebih terawal untuk Greek.

Menurut lagenda yang dikira semula oleh Herodotus, huruf ini adalah pertama diperkenalkan pada Greece oleh seorang Phoenicia bernama Cadmus, yang juga tokoh dalam Mitos Greek lain.
Sejarahnnya, huruf Greek muncul beberapa abad selepas kejatuhan tamadun Mycenea dan akibat kepupusan dari skrip Linear Bnya, suatu sistem tulisan Greekawal. Linear B diturunkan dari Linear A, dimana dibangunkan oleh Minoan, dimana bahasa yang kemungkinan tidak berhubung kait dengan Greek; akibatnya ejaan sukuan Minoan tidak memberikan medium ideal untuk transliterasi dari bunyi bahasa Greek. Huruf Greek yang kita kenal kini bangkit selepas Zaman Kegelapan Greek buta huruf — suatu tempoh antara kejatuhan Mycenae (c. 1200 S.M.) dan kebangkitan dari Greek Purba, dimana bermula dengan kemunculan dari epik Homer, sekitar 800 S.M., dan institusi dari Sukan Olimpik Purba pada 776 S.M.

Perubahan paling penting dalam huruf Greek, adalah pengambilan dari abjad Phoenicia, adalah pengenalan dari vokal bertulis, tanpa dimana Greek — tidak seperti Phoenicia — tidak difahami. Pada faktanya kebanyakan huruf yang mengandungi vokal dipemerolehan unggulnya dari Greek, walaupun terdapat pengecualian (Hangulskrip OrkhonHuruf Ge'ezHuruf Indic, dan skrip Hungary Kuno). Vokal pertama adalah alpha, e (kemudian epsilon), iota, o (kemudianomicron), dan u (kemudian upsilon), ubahsuaian dari glotal Semitik, aspirat, atau konsonan luncur yang kebanyakannya terlebih perlu dalam Greek: /'/ (aleph), /h/ (he), /j/ (yodh), /`/ (ayin), and /w/ (waw), masing-masing. 

Dalam Greek timur, dimana kekurangan nafas seluruhnya, huruf eta (dari konsonan aspirat Semitik/ħ/heth) telah juga digunakan untuk e panjang, dan akhirnya huruf omega telah diperkenalkan untuk satu o panjang. Vokal juga asalnya tidak digunakan dalam huruf Semitik, walaupun malah dalam huruf Ugaritik yang amat kuno matres lectionis telah digunakan, d.c. tanda konsonan telah digunakan untuk menandakan vokal. Matres lectionis adalah, bagaimanapun, tak pernah digunakan sistematiknya. 

Manakala dalam keluarga Semitik Barat lebih awal dari tulisan (Phoenicia, Ibrani, Moabite etc.) satu tanda berdiri untuk bunyi satu yang sejenis, satu "konsonan" tambah vokal tidak dispesifikasikan atau tiada vokal, huruf Greek membahagikan tanda ini kepada dua kategori, konsonan ("benda yang berbunyi sepanjang") dan vokal dan menambahkan peraturan ejaan revolusi yakni tanda dari kategori pertama harus selalu dilayakkan oleh tanda dari kategori kedua. Tulisan-lebih awal mempunyai tanda-vokal, termasuk Linear B, dimana menotakan bahasa Greek pada Zaman Gangsa. Peraturan ejaan baru mencipta satu sistem dimana tanda konsonantal akan tidak lagi disebut oleh mereka sendiri (seperti mereka boleh dalam Phoenicia), tetapi hanya bersekutu dengan tanda dari kategori kedua dari tanda, dimana akan disebut dengan mereka sendiri (vokal). Peraturan ejaan menciptakan ilusi yakni pertuturan yang terdiri dari zarah (fonim = huruf berhuruf Greek) dan penerangan tak bersejarah dari watak dari moyang Semitik Barat dari huruf Greek (yakni mereka juga berdiri untuk fonim, memberi kebangkitan sesat seumpama kategori seperti Abjadatau Abugida).

Greek juga perkenalkan tiga konsonan baru, dilampirkan ke akhir kata laksana mereka telah dibangunkan. Konsonan ini membuat untuk kekurangan aspirat bandingan dalam Phoenicia. Dalam Greek Barat, X digunakan untuk /ks/ and Ψ for // — maka itu nilai huruf kita x, dipemerolehan dari huruf Greek barat. Lebih pada zaman pertengahan aspirat ini hilang, jadi kini theta, dan chi bermakna untuk /θ/, /f/, and /x/. Asal usul huruf ini dipertikaikan.
Huruf san telah digunakan pada aneka dengan sigma, dan mengikut masa klasikal terkemudian ini lusuh, san hilang dari huruf. huruf waw (kemudian dipanggil digamma) dan qoppa hilang, juga, yang bekas hanya perlu untuk dialek barat dan terkemudian tak pernah amat diperlukan langsung. Ini tinggal pada dalam sistem perangkaan Ionik, bagaimanapun, dimana terdiri dari menulis satu siri huruf dengan nilai perangkaan tepat. Sampi (jelas dalam satu bentuk glyph tempatan jarang dari Ionia) telah diperkenalkan pada akhir — untuk memaknakan 900. Beribu-ribu telah ditulis menggunakan satu tanda pada kiri atas ('A untuk 1000, etc).

Asalnya terdapat beberapa aneka dari huruf Greek, paling penting sekali barat (Chalcidian) dan timur (Ionik) Greek; yang bekas memberi kebangkitan padaHuruf Italik Kuno dan ketika itu kepada Huruf Rumi/LatinAthens ambil skrip Ionik pada piawainya pada 403 SM, dan pendeknya sesudah itu versi lain hilang. Kemudian itu Greek sentiasa ditulis kiri ke kanan, tetapi asalnya ia telah ditulis kanan ke kiri (dengan watak asimetrikal dipusing), dan dalam-antara bertulis cara samada — atau, besar kemungkinan, boustrophedon, jadi yakni baris ini arah altenatif.

Semasa zaman Pertengahan, skrip Greek mengalami perubahan sejajar yang dari huruf Rumi: manakala bentuk lama telah dikekalkan sebagai skrip peringatan, uncial dan akhirnya tangan minuskul datang mendominasi. Huruf σ malah ditulis ς pada akhir kata, sejajar dengan kegunaan dari panjang dan pendek s pada suatu masa. Aristophanes dari Byzantium juga perkenalkan proses mengloghatkan huruf Greek untuk sebutan lebih mudah.

Kerana minuskul Greek bangkit pada tarikh (banyak) kemudian, tiada minuskul yang sebenarnya wujud untuk san. Bentuk minuskul untuk huruf lain telah hanya digunakan secara angka. Untuk nombor 6, Greek moden gunakan sambungan lama dipanggil stigma (Ϛϛ) sebalik digamma atau gunakan στ jika ia tak didapati. Untuk 90 mereka gunakan bentuk qoppa moden berbentuk-z: Ϟϟ (Nota yakni sesetengah peninjau web/gabungan fon akan tunjukkan qoppa lain di sini).

3. AKSARA KANA

Orang Jepang mulai bisa menulis setelah mengenal aksara Tionghoa. Namun aksara Tionghoa mulanya diciptakan untuk menulis bahasa Tionghoa, dan orang Jepang sulit memakainya untuk menulis bahasa Jepang. Sebagai pemecahannya, sebuah karakter dipakai untuk melambangkan sebuah bunyi, sedangkan arti yang dikandung masing-masing karakter diabaikan. Hasilnya adalah tulisan yang ditulis dengan menyusun satu demi satu aksara kanji untuk melambangkan bunyi bahasa Jepang. Metode tersebut dipakai untuk menulis prasasti batu dan literatur klasik seperti KojikiNihon Shoki, dan sebagian besar isi Man'yōshū sehingga disebut man'yōgana (kana untuk Man'yōshū). Kata "kana" sendiri berarti aksara sementara atau aksara pinjaman. Pada waktu itu, kanji juga dikenal sebagaimana (真字?, aksara resmi), sehingga kana untuk Man'yōshū disebut magana.
Di antara metode penulisan kanji secara man'yōgana yang paling populer adalah:
  • on'gana (音仮名?): bunyi dalam ucapan Tionghoa dipakai untuk menulis bahasa Jepang, misalnya:  dibaca: "yama kawa uguhisu arikemu"
  • kun'gana (訓仮名?): masing-masing karakter dibaca menurut ucapan Jepang, misalnya: "yamato natsukashi utsushigokoro a".
Berdasarkan fungsinya yang hanya sebagai lambang bunyi, sewaktu kanji dipakai sebagai man'yōgana, orang tidak lagi memakai karakter yang dibentuk dari coretan-coretan yang rumit dan susah ditulis. Karakter yang terus dipakai adalah karakter yang mudah ditulis. Ketika dipakai untuk menulis waka atau tulisan sehari-hari, man'yogana yang ditulis kursif (sōsho) disebut sōgana (草仮名?). Selanjutnya agar lebih cepat ditulis, sōgana kembali disederhanakan hingga tercipta hiragana.
Sementara itu, katakana berawal dari penggunaan kanji yang dibaca menurut ucapan bahasa Jepang untuk menulis kanbun. Tanda-tanda khusus ditambahkan di tempat susunan kanji harus dibaca menurut ucapan bahasa Jepang. Kanbun juga disertai petunjuk berupa okurigana dan furigana (yomigana) agar kalimat bisa dibaca sebagai bahasa Jepang. Keterbatasan ruang kertas akhirnya membuat orang hanya menulis coretan yang unik dari sebuah karakter sehingga tercipta katakana. Selanjutnya, kanbun dilengkapi dengan katakana agar mudah dibaca.
Setelah katakana dan hiragana semakin luas digunakan, man'yōgana semakin jarang dipakai. Di zaman sekarang, man'yōgana hanya kadang-kadang saja dipakai untuk menarik perhatian orang. Di antaranya, man'yōgana dipakai untuk menulis tajuk pengumuman obral (宝利出市, dibaca: holiday ichi; obral masa liburan) atau petunjuk tempat sampah (護美箱, dibaca: gomibako).

4. SEJARAH HURUF ALFABET.

Istilah alphabet sebetulnya berasal dari bahasa Semit. Istilah ini terdiri dari dua kata, yaitu aleph yang berarti 'lembu jantan' dan kata beth yang berarti 'rumah'. Konotasi pictografis dari pengertian kedua kata ini menjadi sebutan untuk menunjukkan huruf pertama a (aleph) dan b (beth) dalam urutan huruf-huruf semit (Mario Pei,1971:176). Ini bukan berarti bahwa tulisan tersebut memakai sistem pictografis-ideografis, akan tetapi malah sebaliknya.

Orang-Orang Semit mengambil tanda gambar lembu (kepala lembu) dari huruf Hierogliph Mesir tanpa memperdulikan pengertian lembu itu dalam bahasa Mesir sendiri, sedangkan menurut bahasa Semit, lembu itu disebut aleph. Demikian juga dengan tanda gambar rumah yang mereka sebut beth. Kemudian dengan mempergunakan prinsip akroponi, tanda gambar kepala lembu, oleh masyarakat Semit dijadikan tanda untuk bunyi a dan tanda gambar rumah untuk bunyi b. Semua huruf pada alphebt Semit mempunyai konotasi seperti pictografis itu.
Daerah yang Mula-Mula Menggunakan Sistem Alphabet.

Bangsa Semit sebagai yang pertama menggunakan sistem alphabet atau abjad, agaknya sudah disepakati oleh para sarjana. Namun, daerah mana dari daerah-daerah yang didiami oleh suku bangsa Semit yang lebih dahulu menggunakannya, masih saja terdapat perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka. Perbedaan pendapat ini makin terlihat setelah ditemukan beberapa bukti tertulis di kawasan Sarabit al-Khadim, yaitu suatu daerah yang terletak antara Fustat dan Adhruh, (bahagian timur Qulzum sekarang).


Inskripsi Sarabit al-Khadim ini oleh kalangan ahli, disimpulkan sebagai inskripsi tertua yang menggunakan sistem alphabeth (abjad). Diperkirakan bahwa inskripsi ini telah ditulis sekitar tahun 1850 sM.(Shiddiqi,1983) oleh orang-orang Sinai yang bekerja di tambang-tambang batu permata pyrus.

Penemuan inskripsi ini tentunya adalah acuan akhir yang menolak asumsi yang selama ini telah dikemukakan oleh para ahli bahwa orang-orang Phoenicialah yang pertama kali mentransfer Hierogliph menjadi tulisan alphebetis. Inskripsi Sarabit al-Khadim ternyata lebih tua beberapa abad dibanding dengan inskripsi Ahiram Yubail yang ditemukan oleh Monte di daerah Gebal purba (Byblos) yang merupakan bukti tertulis pemakaian pertama sistem alphabet oleh orang-orang Phoenicia. Dengan penemuan baru ini para ahli akhirnya dapat meyakini dengan tepat "jembatan" yang menghubungkan antara Hierogliph Mesir dengan alphabet Phoenicia. Karena selama ini mereka diragukan oleh perbedaan yang terlalu besar antara bentuk tulisan Mesir itu dengan bentuk tulisan yang digunakan oleh orang-orang Phoenicia, sehingga sangat sulit memastikan bahwa orang-orang Phoenicia yang pertama kali menggubah huruf-huruf Mesir ke dalam sistem alphabet.

Kenyataan bahwa Sinai yang pertama kali menggunakan alphabet dalam sistem penulisan mereka diperkuat pula oleh letak geografis daerah ini, yang ternyata lebih dekat dengan Mesir serta bentuk tulisan yang tidak terlalu menyolok perbedaannya.
Wilayah Perkembangan Sistem Alphabet

Sistem alphabet Sinai pada waktu kemudian berkembang ke beberapa wilayah, diantaranya ke Phoenicia. Oleh orang-orang Phoenicia, sistem penulisan Sinai ini dikembangkan sedemikian rupa. Beberapa karakter huruf disempurnakan serta disusun atas dasar dasar bunyi yang dilambangkan. Karena itu asumsi bahwa orang-orang Phoenicia yang pertama menggunakan sistem alphabet dianggap beralasan sebelum ditemukannya bukti tertulis di wilayah Sinai (inskripsi Sarabit al-Khadim seperti telah dikemukakan terdahulu. Namun, peranan orang-orang Phoenicia dalam menjembatani pengembangan alphabet ke beberapa kawasan Eropa memang sukar untuk dibantah.

1. Jazirah Arab Utara, Asia Kecil dan Eropa

Dalam perkembangannya ke utara, alphabet Sinai memperoleh kemajuan yang sangat pesat. Alphabet ini akhirnya, selian melahirkan alphabet Phoenicia, juga telah menurunkan tulisan Ibrani dan Aramia. Dari ketiga rumpun tulisan yang biasa disebut dengan Tulisan Semit Utara ini berkembang secara lebih luas lagi dan melahirkan tulisan-tulisan besar yang digunakan hingga saat ini.

Tulisan Phoenicia dibawa ke Yunani oleh Cadmus, dan dari sini berkembang menjadi tulisan Etroska yang merupakan cikal bakal pertumbuhan tulisan Romawi Barat yang dipakai di bahagian terbesar Eropa pada saat itu. Pengembangan lain dari tulisan Yunani telah pula dilakukan oleh salah seorang uskup Konstantinopel, Cyrillius dan Methodus. Tulisan ini mendapatkan perkembangan seiring dengan perkembangan agama Kristen di Slavia, Rusia, Ukeraina, Serbia, dan Bulgaria. Diketahui bahwa tulisan yang berkembang di Slavia ini tidak semata-mata berasal dari Yunani, akan tetapi juga memasukkan unsur-unsur tulisan Ibrani. Hal ini disebabkan oleh adanya bunyi-bunyi Slavia yang tidak terdapat dalam bahasa Yunani (Mario Pei,1971:81).

Dari rumpun Aramia (Aramaic) telah melahirkan tulisan Syryani, Nabthi, Tadmury (Palmyra) dan tulisan Pahlavi yang merupakan tulisan asli bangsa Persia. Di bahagian lain alphabet Sinai telah pula menurunkan tulisan Devanagari kuno di India. Kita telah mengetahui bahwa banyak sekali tulisan yang terdapat di kawasan Asia selatan dan tenggara berasal dari tulisan Devanagari ini, karena tulisan ini berkembang seiring dengan penyebaran agama Budha. Tulisan kuno di India. Kita telah mengetahui bahwa banyak sekali tulisan yang terdapat di kawasan Asia selatan dan tenggara berasal dari tulisan Devanagari ini, karena tulisan ini berkembang seiring dengan penyebaran agama Budha. Tulisan Siryani dan Nabthy dalam perjalanannya ke bahagian selatan jazirah Arab telah bergabung dengan karakter tulisan yang berasal dari jazirah selatan ini, terutama pada masa perluasan kerajaan Anbath ke hampir seluruh jazirah Arab pada abad pertama Masehi. Penggabungan inilah yang pada akhirnya menurunkan tulisan Arab kuno hingga menjadi tulisan Arab seperti yang berkembang saat ini.

2. Jazirah Arab Selatan

Perjalanan alphabet Sinai ke bahagian selatan jazirah Arab telah mengembangkan tulisan yang terdapat di kerajaan-kerajaan Arab Selatan, seperti kerajaan Saba`, Minaiyah dan lain-lain. Hanya saja tidak diperoleh keterangan yang pasti tentang tulisan yang digunakan oleh masyarakat di kerajaan Arab selatan ini pada waktu sebelumnya. Beberapa asumsi mengatakan bahwa tulisan yang digunakan masyarakat Arab pada waktu itu berasal dari tulisan Demotic (tulisan rakyat Mesir kuno). Setelah masuknya alphabet Sinai ke wilayah ini, barulah dikenal satu jenis tulisan yang telah menggunakan sistem alphabet, dan banyak persamaan bentuk dan karakter hurufnya dengan alphabet Sinai, sebagaimana dapat diperhatikan pada tabel terdahulu. Tulisan Arab selatan ini kemudian dikenal dengan Musnad.

Bila diperhatikan lebih jauh bentuk dan karakter lambang huruf Musnad, maka makin kuat dugaan bahwa karakter Sinai lebih banyak mewarnai pembentukan lambang huruf-hurufnya, dibanding dengan tulisan asli masyarakat Arab selatan yang dianggap sudah ada itu. Kenyataan itu agaknya juga memperkuat dugaan bahwa setidaknya Arab selatan mendapat pengaruh dari alphabet Sinai dalam waktu yang bersamaan dengan Phoenicia. Namun sementara ahli telah berkesimpulan lain, yaitu bahwa alphabet Arab selatan merupakan perkembangan dari alphabet Phoenicia yang dibawa ke wilayah ini melalui jalur perdagangan.

Perkembangan tulisan Musnad ke utara pada akhirnya bergabung dengan tulisan-tulisan Semit utara dan melahirkan tulisan Arab kuno (Hyry). Tulisan-tulisan Arab itu, setelah agama Islam lahir, ternyata memperoleh perhatian khusus bagi penganutnya. Karena itu, tulisan ini akhirnya makin berkembang dan meluas dengan pesat bahkan melampaui batas-batas wilayah yang menggunakan bahasa Arab. Bersama Al-Qur`an, tulisan Arab telah meluas ke berbagai bangsa dan bahasa, seperti Fula, Hausa dan Swahili di Afrika, Melayu, Sunda dan Jawa di Indonesia, bangsa Moro di Phillipina, Urdu dan Punjabi di India, Persia di Iran dan pelbagai bahasa Turki di Uni Sovyet (Mario Pei,1971:81).

Dari Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari akar alphabet Sinai telah melahirkan dua bentuk tulisan besar yang digunakan secara luas hingga saat ini, yaitu tulisan Romawi --yang pada akhirnya dikenal dengan tulisan Latin--, dan tulisan Arab. Kedua bentuk tulisan ini, kendatipun sama-sama berasal dari rumpun yang sama, yaitu Sinai, tapi dalam perkembangannya terdapat perbedaan-perbedaan yang prinsipil pada karakter huruf dan cara penulisan. Dalam tulisan Romawi, lambang-lambang konsonan dan vokal memperoleh tempat yang sama pada penulisan, sementara pada tulisan Arab --seperti juga tulisan Ibrany dan Siryani (Semit utara)-- , lebih menonjolkan huruf (lambang) konsonan saja, sedangkan lambang vokalnya diserahkan sepenuhnya pada pengertian pembaca. Barulah pada perkembangan akhir (setelah Islam), lambang vokal dicantumkan pada penulisan, akan tetapi berupa tanda-tanda khusus yang ditempatkan di atas atau di bawah lambang konsonan. Perbedaan lainnya ialah bahwa tulisan Arab ditulis dari kanan ke kiri, sedangkan tulisan Romawi ditulis sebaliknya.



Demikian aksara  dunia secara garis besarnya.









Diposting oleh WADAH PENULIS PEMULA Minggu, 15 Agustus 2010 3 komentar READ FULL POST

Sponsors